Saturday, February 2, 2013

Fw: VARIA: RSIA Brawijaya ingin jadi sentral laser fetoscopic

Sent from my BlackBerry®

-----Original Message-----
From: irvin.avriano@bisnis.co.id
Date: Sat, 2 Feb 2013 11:02:45
To: Jibi<jibi@bisnis.co.id>
Reply-To: irvin.avriano@bisnis.co.id
Subject: VARIA: RSIA Brawijaya ingin jadi sentral laser fetoscopic

BI/varia/kesehatan
Irvin Avriano A.
Bisnis Indonesia

JAKARTA: RSIA Brawijaya berniat melengkapi peralatan klinik kehamilan fetomaternal-nya dengan membeli peralatan laser-peneropong janin (laser fetoscopic) tahun ini dan menjadi sentral dan sekaligus menjadi rumah sakit Indonesia pertama yang dilengkapi peralatan tersebut.

"Selama ini belum ada sentralnya [untuk laser fetoscopic]. [Penderita] kelainan sindrom transfusi janin kembar ['twin to twin transfusion syndrome'/TTTS] hanya bisa berdoa saja," ujar Nugroho Kampono, direktur utama rumah sakit yang dikenal dengan nama Brawijaya Woman & Children Hospital tersebut, hari ini (2/2/2013).


Hal itu disampaikan Nugroho di sela-sela simposium berjudul 'Cutting Edge Fetal Therapy in Indonesia' yang diadakan rumah sakit itu dan diikuti 100-an dokter ginekologi yang mendaftar dari beberapa rumah sakit di Indonesia.

Fetoscopic adalah cara untuk meneropong janin, sedangkan laser digunakan untuk membakar atau memotong aliran darah.

'Fetoscopic laser coagulation' merupakan salah satu teknologi untuk melakukan terapi janin ('fetal therapy'), yang kegunaannya adalah mengatasi kondisi TTTS yang juga biasa disebut 'transfusi feto-fetal syndrome' (FFTS) atau kondisi kelainan lain. Penyakit lain itu adalah kembar kelebihan/kekurangan amnio atau yang biasa disebut 'twin oligohydramnios-polyh'.

Sindrom TTTS merupakan kondisi kelainan janin kembar di mana satu janin mendapatkan asupan gizi lebih, sedangkan janin lain mendapatkan gizi yang kurang karena ketidakseimbangan yang disebabkan adanya transfusi gizi dari janin ke janin lain.

Nugroho menjelaskan secara umum klinik janin-ibu (fetomaternal) memiliki fasilitas yang terbagi ke dalam beberapa tahapan. Fasilitas dasar adalah peralatan untuk memonitor janin dan fasilitas lain adalah pendiagnosa janin.

Kedua tahap awal fasilitas itu, lanjutnya, biasanya sudah dimiliki rumah sakit sekolah seperti RS Cipto Mangunkusumo atau rumah sakit lain yang dimiliki universitas negeri dan swasta.

Namun, lanjut Nugroho yang sudah bergelar profesor itu, fasilitas tahap selanjutnya yaitu laser fetoscopic belum ada di rumah sakit dalam negeri. Menurutnya, rumah sakit yang dia pimpin sudah siap membeli laser fetoscopic yang harganya sekitar Rp600 juta tersebut.

Nantinya, setelah tahap kelengkapan fasilitas laser fetoscopic, klinik fetomaternal juga dapat dilengkapi dengan mekanisme mengoperasi janin di dalam perut.

Ahli fetomaternal dari Malaysia bernama Japaraj Robert Peter mengatakan beberapa faktor yang mendukung praktik mengatasi TTTS di negaranya adalah dukungan kementerian kesehatan serta direktur rumah sakit negeri dan swasta.

Dukungan itu, tuturnya, juga berimbas positif pada rendahnya biaya yang harus dibebankan pada pasien warga negara Malaysia yaitu US$18 dibandingkan dengan biaya yang dibebankan kepada warga asing di negaranya yang mencapai US$600.

Ginekolog dan ahli fetomaternal RSIA Brawijaya Ali Sungkar mengatakan saat ini kasus TTTS akan semakin meningkat seiring banyaknya program bayi tabung yang memicu lebih banyaknya kehamilan ganda/kembar, terutama seperti yang terjadi di negara maju.

Dia juga mengakui dari total kehamilan bayi kembar, jumlah kasus TTTS relatif kecil tetapi hingga saat ini belum ada solusinya di dalam negeri.
Sent from my BlackBerry®












No comments:

Post a Comment