Saturday, November 5, 2011

Investor Summit, untuk siapa?

BI/market
4/11/2011
Irvin Avriano A.

Investor Summit, untuk siapa?


Acara di hotel berbintang lima dan tamu bintang tujuh ternyata mampu menghidupkan Investor Summit and Capital Market Expo 2011 di Jakarta belum lama ini. Tak hanya karena venue yang bergengsi yaitu Ritz-Carlton Pacific Place Hotel. Namun, bintang tamu acaranya juga mentereng: menkeu, ketua BKPM, staf ahli Kementerian BUMN, dan ketua Bapepam-LK.

Bintang lain adalah tiga direktur utama self regulatory organization (SRO) yang terdiri dari Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).

Acara bergengsi dan megah tahunan investor tersebut tentu mencengangkan bagi mereka yang baru pertama datang. Tujuan acara juga jelas, mendekatkan investor dengan para emiten serta perusahaan efek yang menjadi partisipan acara. Untuk berpartisipasi, emiten dan perusahaan efek harus menyewa booth seharga maksimum Rp25 juta per titik (spot) untuk 2 hari.

Angka itu memang takkan membuat kantong partisipan yang notabene adalah perusahaan tajir menjadi kering. Namun, tahukah anda berapa sebenarnya dana yang dibutuhkan panitia Investor Summit 2011?

Mari coba dikalkulasi secara kasar. Acara 4 hari tersebut terbagi menjadi 2 hari di Ritz-Carlton Pacific Place Jakarta 5 Oktober-6 Oktober dan 2 hari di Grand City Mall & Convex nanti di Surabaya 23-24 November.

BEI, KSEI, KPEI, dan Bapepam-LK selaku panitia harus keluar duit untuk menyewa gedung plus makan dan pengelola acara saja. Namun, pendapatan yang diterima di acara Investing in Capital Markets: A Journey for a Better Future itu hanya dari sewa booth.

Berdasarkan dokumen penawaran sponsor, sewa lahan satu spot promosi (di luar konstruksi booth Rp5 juta-Rp7 juta, pajak, dan pemasangan listrik, internet, dan telepon) di Jakarta dikenakan Rp10 juta per hari, Rp11 juta per hari, dan Rp12,5 juta per hari, bergantung pada strategis-tidaknya posisi.

Mengingat ada 95 titik pameran, 57 spot termahal, tujuh spot menengah, dan 31 spot murah, panitia meraih dana setidaknya Rp2,06 miliar.

Dari sisi pengeluaran, panitia harus membayar Rp1,8 miliar untuk venue, plus 21%, yang berarti Rp2,17 miliar. Event organizer biasanya dibayar maksimal 15% dari biaya hotel, yang berarti setidaknya ada tambahan Rp326,7 juta, sehingga total menjadi Rp2,5 miliar.

Di Surabaya, harga spot booth agak lebih murah, yaitu Rp7 juta per hari untuk spot murah, Rp7,5 juta per hari untuk menengah, dan Rp8,5 juta per hari untuk yang mahal. Area di sana ada 49 spot murah, enam spot menengah, dan empat spot mahal, sehingga panitia meraup Rp844,05 juta.

Untuk pengeluaran di ibukota Jatim itu, penulis hanya mengestimasi setengah dari biaya di Jakarta, karena faktor emiten yang mempresentasikan diri hanya 12 perusahaan hanya separuhnya. Peserta yang diestimasi datang juga kami perkirakan hanya setengahnya, sehingga dana yang keluar dari panitia diperkirakan Rp1,25 miliar.

Menghitung total pendapatan yang telah dikurangi pengeluaran, didapatkan angka defisit sebesar Rp844,05 juta. Nah, kini pertanyaannya, sejauh mana efektivitas hajatan berbudget Rp800-an juta tersebut? Ini benar-benar relatif.

Sebenarnya acara itu bertujuan mulia. Dirut BEI Ito Warsito dalam peluncuran Investor Summit 2011 mengatakan tujuan utama acara itu adalah sebagai salah satu bentuk sosialisasi dan edukasi masyarakat.

"Acara ini diselenggarakan untuk meningkatkan minat dan memberi pemahaman lebih dalam terkait investasi. Tema yang dipilih ingin agar investor memilih berinvestasi jangka panjang."

Terkait dengan program bursa, Ito menyatakan optimistis jumlah investor pasar modal menjadi 2,3 juta investor pada akhir 2012.

Jumlah itu diharapkan meningkat dari posisi saat ini sekitar 1 juta orang, terdiri dari investor saham sekitar 300.000 rekening, investor reksa dana sekitar 1 juta, dan investor surat utang negara dan obligasi negara ritel Indonesia (ORI) di kisaran 200.000 orang.

Kaitannya dengan Investor Summit? Tentu saja dengan membludaknya jumlah peserta yang mendaftar di acara itu, mencapai 2.488 orang, atau oversubscribed 488 orang dari target awal 2.000 orang saja.

Direktur Pengembangan BEI Friderica Widyasari Dewi menambahkan jumlah rekening investor itu pun sudah 'tereliminasi' penghapusan dormant account setahun lalu. Acara itu juga dia harapkan menumbuhkan perubahan pola investasi masyarakat dari menabung, menjadi berinvestasi.


Investor goody bags
Namun kenyataan di lapangan, acara yang seharusnya merangkul investor potensial atau memberikan edukasi kepada masyarakat umum ternyata terlihat dimanfaatkan segelintir investor yang mengejar makanan dan goody bags.

Pemandangan yang kerap mengganggu pandangan itu rutin dijumpai dalam setiap Investor Summit 2011 ataupun rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Selain menikmati hidangan di tempat, tak sedikit pula "investor" yang membungkus hidangan tersebut.


Bisnis menemukan keprihatinan ini dari salah satu investor, sebut saja Heru. Rekan lama pemodal ritel yang jauh-jauh datang dari Malang demi menghadiri Investor Summit 2011 ini mengaku geli dengan perilaku segelintir orang tersebut.


Heru tidak sendiri. Beberapa pelaku pasar modal seperti direksi manajer investasi, direksi anggota bursa, dan investor lain mengaku prihatin dengan kenyataan tersebut. Sosialisasi pasar modal yang disinggung Ito di atas dikhawatirkan tak tepat sasaran lagi.

Seorang eksekutif emiten, yang menyewa ‘lahan’ booth mengatakan tak banyak yang bisa dia harapkan dari acara yang secara umum menelan biaya sekitar Rp60 juta untuk dua spot strategis beserta ‘tetek bengek’-nya.

Sebagian besar yang datang ke stand sekuritasnya hanya akan menyodorkan pertanyaan seragam: “souvenir dari booth ini apa ya?

Seorang manajer komunikasi emiten partisipan acara itu bercerita, tak banyak yang dapat mereka lakukan, apalagi Investor Summit 2011 tahun ini persiapannya kurang dari sebulan. Tak hanya itu, pengunjung yang bertanya tentang perusahaan pun lebih sedikit dibandingkan dengan tahun-tahun lalu.

Namun, perusahaan tersebut tetap ingin memaksa diri nampang di acara tersebut. ‘Demi eksistensi’, katanya.

Memang dalam penyelenggaraan Investor Summit 2011 kali ini tak lagi terlihat bagi-bagi voucher atau Kartu Flazz dan kartu Mandiri E-Toll Card dari emiten pada perhelatan serupa tahun-tahun lalu, yang seakan semakin memanjakan investor goody bag.

Panitia juga hanya menyediakan souvenir kecil berupa boneka sapi. Belum lagi door prize bagi pengunjung hanya dibatasi untuk mereka yang membuka rekening efek baru di booth partisipan anggota bursa.

Beberapa pengunjung pun mengusulkan adanya screening investor, dengan lebih banyak mengundang mahasiswa, atau mendata dan mengundang investor potensial relasi dari sekuritas anggota bursa.


Perlakuan sama

Menanggapi sorotan itu, Kiki mengatakan investor akan tetap diperlakukan sebagai tamu dalam acara Investor Summit 2011. Menurut dia, event crasher di acara tersebut tak lebih dari sepuluh atau belasan orang, layaknya di acara lain seperti RUPS atau bahkan kondangan kawinan.

 “Paling sepuluh orang, tidak banyak yang bukan investor dan hanya mengincar makanan atau goody bags-nya. Goody bags juga bukan kebijakan dari panitia, itu di wilayah setiap emiten [pengisi acara], dan wajar kok kalau orang senang diberi goody bags.”

Menolak mengomentari angka dana kepanitiaan, direksi bursa itu juga menggarisbawahi penyelenggaraan Investor Summit 2011 merupakan salah satu program sampingan untuk memberi pemahaman investasi kepada masyarakat, bukan yang utama.

Pihaknya tidak bisa memberlakukan screening undangan Investor Summit karena acara ini memang diadakan terbuka untuk masyarakat. Screening ketat sudah diberlakukan di program sosialisasi lain yang memiliki target pasar khusus.

“Untuk mahasiswa dan dosen, acaranya di pojok bursa yang three in one [libatkan bursa, mahasiswa, dan sekuritas] yang sifatnya lebih akademis. Ada juga acara untuk guru MGMP SMA, olimpiade pasar modal, dan sekolah pasar modal.”

Apalagi, tuturnya, pola perilaku masyarakat dalam berinvestasi juga membaik, meski perubahan perilaku itu memang bukan hanya karena satu event semata. Kiki memberi contoh tidak adanya penarikan reksa dana besar-besaran saat gejolak bursa global 2008 dan krisis utang Eropa 2011.

Ketika disinggung soal adanya masyarakat yang datang bukan karena ingin meningkatkan pemahaman pasar modal melainkan untuk tujuan lain, Kiki menilai hal ini tidak bisa dilihat secara kasat mata.

“Memang ada yang terlihat lusuh, tidak mendengar saat presentasi. Tetapi kita tidak bisa menilai dari tampilan luar saja. Saya pernah cek ternyata ada beberapa yang memang menyandang gelar investor, minimal satu lot. Jadi tidak bisa dilihat secara kasat mata.”

Seorang direksi sekuritas mengatakan pihaknya berharap BEI dan otoritas pasar modal tidak hanya melakukan program rutin sosiaslisasi, namun juga perbaikan kebijakan terutama dari sisi peraturan dan insentif yang lebih memanjakan investor ritel. Selain itu, perlu adanya keyakinan dan kenyamanan untuk berinvestasi.

“Di Singapura dan di Hongkong ada kebijakan yang lebih berpihak pada investor ritel, kalau tak salah ada insentif pajak, insentif diskon harga penawaran IPO kepada investor ritel, dan ritel sebagai pembeli siaga. Kenapa di Indonesia belum bisa?”

Kiki mengatakan mekanisme ritel pembeli siaga (claw back) juga sudah menjadi perhatian. Dia juga pernah bilang bahwa sosialisasi BEI merupakan salah satu yang teragresif dibanding bursa sekawasan Asean.

Gemuknya dompet serta belum disentuhnya kantong penduduk Indonesia yang masih potensial menjadi investor merupakan incaran utama bursa negara tetangga dalam penggabungan pasar modal beberapa tahun ke depan. Namun, bukannya mengusulkan untuk sombong. Adanya gigi perlu pula diunjukkan dalam sosialisasi, dan diperbaiki demi menuju kualitas yang mantap.

Melihat realitas Investor Summit yang ada, tampaknya perlu adanya pembenahan dan evaluasi bagi acara yang memang harus semarak sebagai pesta investor ritel itu. Bukannya ditiadakan, tetapi perlu ada acuan kualitas atau kuantitas yang dicari dalam setiap sosialisasi. Atau mau uang yang telah dimanfaatkan untuk sosialisasi hilang cuma-cuma seperti goody bags? (M. TAHIR SALEH, GITA A. CAKTI)



Riuhnya suasana Investor Summit 2011 di Ballroom Pacific Place, Jakarta:








Diedit kembali. Link asli tulisan dapat dilihat di sini.

No comments:

Post a Comment